Sampar oleh Albert Camus (#JanexLiaRC)

oh akhirnya buku ini bisa gue selesaikan di awal bulan Januari 2022. Padahal rencananya mau dibaca tamat bulan Desember sebagai novel penutup akhir tahun 2021. Namun, tidak berhasil gue rampungkan di bulan itu karena ternyata buku ini memiliki alur yang jauh lebih lambat dari perkiraan gue.


Tanggal 8 Januari 2022, JanexLia memberi kabar terbaru soal event yang mereka buka di awal tahun ini; yaitu JanexLia Reading Challenge, pembaca ditantang untuk membaca buku berdasarkan warna cover buku yang dipilih sama Kak Jane dan Lia setiap bulannya. Dan kalo udah selesai baca pembaca yang ikutan tantangan ini wajib mengirimkan ulasan / unek-unek / quotes dari buku yang telahdibaca. Ulasannya bebas, gak ada ketentuan format tulisan dan lain sebagainya. Nah kalau mau tau lebih lanjut tentang persyaratan lain #JanexLiaRC bisa tengok blog mereka berdua lewat sini ya >> 


    Jane From The Blog : JanexLia Reading Challenge 2022

    Lia Words of The Dreamer : JanexLia Reading Challenge 2022.


Oke. Jadi..katanya nih gue juga mau ikutan challengenya. Untuk buku yang dibaca bulan Januari warna tema yang dipakai adalah warna Oranye. Kebetulan sekali karena memang buku ini ingin gue bahas juga di blog, bukan pembahasan yang serius, bahas buku santai aja, menyampaikan pendapat dan kesan-kesan setelah selesai membaca. ohiya gue sampe nyari cover The Plague yang ada unsur warna oranye. Tapi cover yang gue pasang sekarang adalah buku Sampar edisi berbahasa inggris. 


Penulis : Albert Camus


Penerjemah : Laura Marris


Penerbit : Knopf


Tahun Terbit : November 2021


ISBN : 9780593318669


352 halaman


Akses Membaca : Buku Digital



Blurb :


Singkat cerita, buku ini berbicara tentang Sampar— apa itu Sampar? Dalam Bahasa Perancis buku ini berjudul La Peste yang artinya adalah Penyakit sampar. Sampar adalah penyakit menular yang terjadi pada hewan maupun manusia. 


Cerita novel Sampar bisa dilihat sebagai usaha Albert Camus untuk menggambarkan suasana Prancis pada masa NaziPenyakit sampar seperti perang yang menyerang manusia tanpa diketahui sebelumnya. Latar novel ini adalah kota Oran. Kota Oran terserang penyakit sampar yang sangat hebat dan memicu penyingkiran dan pengucilan. Pada dasarnya melalui novel Sampar ini Albert Camus ingin menunjukkan bahwa manusia akan mengeluarkan protesnya ketika berhadapan dengan kondisi-kondisi absudnya. 


πŸ“š


Mula-mula warga kota Oran dikejutkan dengan kematian tikus yang tidak wajar, hari demi hari mereka tewas begitu saja tanpa ada yang tahu pasti apa penyebabnya. Penjaga gedung apartement—Michel sangat jengkel dengan hal ini dan terus mengeluh karena tikus-tikus mati semakin bertambah dalam jumlah yang tidak masuk akal. Mereka mati dimana-mana. Awalnya masyarakat berusaha untuk tidak terlalu peduli soal kematian tikus yang mulai menyebar di beberapa kota, tapi akhirnya mereka mulai cemas dan ketakutan. Sebab, kematian tikus ini mulai menganggu rutinitas harian masyarakat kota Oran. Ya siapa yang gak merasa cemas kalau tiap hari saat bangun pagi untuk melakukan rutinitas kemudian langsung disuguhi sekumpulan tikus mati di jalanan? 


Dari sinilah kemudian pihak pemerintah mulai bertindak untuk mencari tau apa yang sedang terjadi. Apakah betul kematian tikus-tikus tersebut merupakan gejala awal dari penyakit Sampar


Secara keseluruhan membaca buku ini kayak lagi baca pengalaman pribadi. Untuk semua orang di dunia yang sampai sekarang masih hidup bersama dengan covid-19 dan sekarang muncul kembali varian baru bernama omicron. Penjelasan gamblang soal penutupan kota Oran di seperempat awal cerita mengingatkan gue pada kasus covid di tahun 2020 silam. Ketenangan mulai menganggu perlahan saat warga masyarakat di himbau agar tidak keluar rumah jika tidak ada kepentingan darurat. Kerja dari rumah, belajar dari rumah, belanja via online, gak boleh solat berjamaah di masjid, solat taraweh di rumah, komunikasi sebatas berkirim pesan dan bertemu melalui video call. Ini sih masih mendingan bisa belanja delivery, ketimbang warga kota Oran yang kena Sampar saat teknologi belum berkembang pesat, fasilitas alat komunikasi masih terbatas— cuman bisa ngandelin telegram atau surat, ini pun perlu di batasi oleh pihak pemerintah. 


Lanjut ketika gue memasuki bab kedua-ketiga (total berisi 5 bab). Kecemasan warga dan rasa takut akan pandemi Sampar sangat terasa. Persis seperti yang gue sebutkan diatas. Kota Oran membatasi komunikasi dan menutup wilayah setempat untuk sementara waktu. Masyarakat dilarang bepergian. Dengan amat terpaksa mereka harus mengorbankan  rasa rindu, karena tak dapat bertemu orang-orang tercinta, entah sampai kapan. Terpaksa mengisolasi diri, menutup ruang agar tidak berinteraksi langsung dengan tetangga. 


Ada kisah Rambert yang beradu nasib ketika semestinya dia tidak tinggal di kota Oran namun saat itu ia terjebak karena pekerjaan yang sedang ia kerjakan. Ia terpisah dengan si istri. Akhirnya Rambert bersikeras agar bisa lolos dari “penjara” dan pergi menemui istrinya.


Kemudian ada Grand. Salah satu tokoh yang paling pasrah dengan keadaan tapi juga khawatir dengan kehadiran Sampar. Ia sangat mencintai istrinya sampai akhir. 


Lalu, Cottard. Seorang pria yang menurut gue paling nyeleneh dan nyebelin tapi beruntung karena hidupnya selamat berkat pertolongan Grand. Dia menganggap Sampar itu membawa pengaruh baik buat dirinya. Kalo gak ada Sampar hidupnya akan berakhir dengan kekacauan. Pokoknya dia aneh. 


Tarrou. Salah satu tokoh favorit setelah Riuex. Bisa dibilang dia ini yang paling akrab dengan Rieux—a.k.a teman dekatnya. Tokoh paling normal, paling manusiawi, cocok dijadikan teladan. Kalo kata salah satu tokoh nya gue lupa siapa yang bilang kayaknya sih Grand, dia menganggap bahwa sikap dan perilaku Tarrou baik untuk di contoh masyarakat saat menghadapi pandemi. Tarrou adalah salah satu tokoh pemerhati kasus Sampar setiap bulannya, dia yang paling tahu tentang Sampar. 


Terakhir, ada dr.Rieux. Tumpu utama dalam cerita—selain Tarrou yg bisa dikatakan sebagai warga paling normal, Rieux juga gue anggap demikian. Penulis tidak menggambarkan tokoh Rieux sebagai karakter yang heroik, jenius ataupun tangguh. Ia melakukan apa yang sebaiknya ia lakukan, ia mengerjakan pekerjaannya karena itulah salah satu tugasnya sebagai dokter. Tidak pula menggambarkan dr.Rieux sebagai tokoh andalan yang bisa 100% menyembuhkan pasien dari penyakit sampar.


Camus memberikan detail penuh persoalan latar nasib dan konflik yang dimiliki setiap tokoh utama. Beliau berusaha membuat kisah The Plague menjadi cerita yang senyata mungkin, tanpa ada aspek puncak masalah yang dilebih-lebihkan. Walau sampar ini terus-terusan menghabisi nyawa warga kota Oran, manusia yang masih diberikan kebebasan nyatanya juga memiliki masalah hidup lain yang perlu diselesaikan. Sampar bukanlah satu-satunya masalah yang ditakuti selamanya, sampar perlu dihadapi sebagaimana manusia tengah menjalani ujian akhir masa sekolahnya. Sikap dan perilaku optimis tentu saja tidak langsung lahir dalam waktu sekejap, masyarakat Oran memerlukan waktu untuk dapat beradaptasi dengan peristiwa absurd (sampar) tersebut. 


πŸ“š


Singkat cerita yang bisa gue dapatkan melalui buku ini adalah, penulis menjelaskan potret tentang bagaimana sikap dan perilaku manusia saat dihadapkan dengan situasi abstrak—wabah /bencana dalam buku ini adalah pandemi Sampar. Masing-masing individu mmiliki respons dan sikap berbeda saat mereka mengalami bencana seperti ini. Dalam buku Sampar misalnya saja; ada warga yang cuek dan hanya memikirkan urusan pribadi, ada yang pasrah menerima sampar sebagaimana sebuah penyakit dapat hilang dan pergi, ada yang menganggap bahwa Sampar merupakan hukuman yang diberikan oleh Tuhan, ada juga yang merasa bahwa sampar membawa keberuntungan bagi kehidupannya, dan tentu masih ada individu yang bersimpati dan rela menolong para korban. 


Dalam buku ini gue memiliki anggapan, kalau Camus tetap berdiri pada pemikiran absurditasnya terhadap kemunculan Sampar. Ketika kamu membaca buku iniabsurditas digambarkan dengan berjangkitnya wabah sampar yang melanda kota Oran. Ketenangan kota mendadak lenyap ketika sampar semakin ganas mewabah. Tidak ada yang dapat menjelaskan mengapa sampar mendatangi kota Oran, sifatnya absurd >> sulit menemukan jawaban atas pertanyaan-pertanyaan yang seringkali manusia lontarkan ketika bencana itu datang. Sampar datang tanpa ada alasan dan sebab yang jelas. Permasalahan menjadi absurd karena penyakit sampar bukanlah akibat dari suatu sebab. Masyarakat kota Oran menjadi gelisah dan cemas, kebingungan, apa yang harus mereka lakukan, lantaran masa depan mereka juga terancam, karena bisa saja di esok hari salah satu dari mereka menjadi korban dan manusia tidak ada yang tau kapan mereka akan menemui ajalnya. 


Nah bingung gak? gue juga bingung jelasinnya. Oke, intinya begitu, gue sendiri masih kurang paham dengan konsep yang dikemukakan oleh Camus dan karena gue juga tidak memiliki kapasitas untuk menjelaskan teori yang berkenaan dengan filsafat. 


Sampar sendiri merupakan fenomena penyakit yang datang dan pergi lalu bisa saja datang kembali dengan tiba-tiba. Kita sebagai pembaca juga pasti sempat bertanya-tanya, "masa iya gak ada obat yang bisa menyembuhkan penyakit tersebut?". Camus tidak menceritakan detail maupun teoritis mengenai Sampar secara keilmuan, begitu juga dengan obat-obatan terkait. Hanya saja pada saat itu Sampar dapat diantisipasi dengan satu serum yang akan menjadi harapan satu-satunya pasien dalam buku ini. Terlepas dari itu, kalian pasti bisa memahami bagaimana repotnya untuk mengurus semua izin agar serum obat dapat segera dibuat dan di sebar. Tentu saja prosesnya tidak sebentar, dan kejadian ini sempat kita alami. 


Kejadian tersebut juga menjadi bahan refleksi ketika Rieux dan Tarrou lebih memilih untuk bertahan dan melawan Sampar — di tengah-tengah rasa cemas pasien yang terus menghantui tekad mereka sebagai dokter dan sukarelawan. Sampai disini gue jadi merenungkan kondisi mental para dokter yang pernah berhadapan dengan pasien covid. Kebayang gak sih gimana rasanya jadi dokter yang merawat mereka dari awal dan juga menemani saat pasien akan bertemu dengan ajalnya?  duh.. 



Bagian favorit dan paling diingat. 

Selesai berceloteh cukup panjang soal garis besar cerita, gue ingin memberikan beberapa bagian favorit dan paling diingat setelah selesai membaca Sampar. 


Penggambaran hiruk pikuk pandemi

Camus cukup berhasil membawakan nuansa miris dan mencekam selama si Sampar asik berjalan-jalan di tengah kota Oran. Terutama pada bilik awal ceritanya berjalan. Ketika  membaca bagian kota yang kian menjadi sepi, toko-toko tutup lebih awal, sekumpulan tikus mati di jalanan (bahkan di dalam bus juga ada), pemutusan komunikasi, gambaran awal gejala Sampar yang bikin gue bergidik ngeri, musim panas yang terik memengaruhi aspek psikologis warga pada saat itu, meningkatnya aksi kejahatan, lalu juga ada bagian yang membuat gue kaget soal binatang-binatang liar yang tertangkap basah oleh petugas khusus. Kemudian saat pastor memberikan ceramahnya soal sampar, ia melihat sampar sebagai bentuk hukuman dan peringatan keras untuk manusia (setuju sama Mba Farah yang bilang bagian ini agak seram). Sewaktu pastor mengilustrasikan sampar yang seolah-olah mirip dengan malaikat maut. 


"Lihatlah! Malaikat sampar itu tampan seperti lucifer dan menyilaukan seperti kejahatan itu sendiri, berdiri di atas atap rumah-rumah Anda. Tangan kanan membawa tombak merah di arah kepalanya, tangan kiri menunjuk ke satu dari rumah-rumah anda. Disaat ini sampar masuk ke tempat anda, duduk di kamar dan menunggu anda pulang."  (hlm. 123).  


"Perbuatan jelek didunia hampir selalu disebabkan oleh ketidaktahuan, karena kebodohan" (hlm. 166)


Bagian paling diingat lainnya ada pada bab terakhir ketika Rieux mendapatkan berita yang gak enak tentang orang-orang terdekatnya. Tentu, gue tidak ingin spoiler tapi bagian ini pula yang bikin gue miris, pengin nangis tapi gak bisa. 


bagian favorit:

Tentu saja salah satunya ada pada bab akhir menuju ending. Eksekusi akhir cerita yang ditulis mendapat porsi yang cukup. Walau bisa dibilang hopeful namun sesungguhnya ada peringatan tersembunyi yang dikatakan oleh pencerita. Dan makna perenungan yang disimpulkan oleh Rieux sendiri 


Bahwa pada diri manusia terdapat lebih banyak sifat yang dapat dikagumi daripada dibenci. 


Kalau tadi bagian ending, bagian favorit lainnya ada pada keakraban yang terjalin antara dr.Rieux dan Tarrou. Mereka bersahabat. Harus gue akui kalau Camus sangat piawai menggambarkan nuansa yang melankolis tapi gak sampe bikin gue nangis, susah juga jelasinnya. Intinya gue sangat menyukai cara penulis memvisualisasikan suatu peristiwa; diksi poetic, mencairkan rasa lirih perlahan hingga gue seakan-akan kayak merasakan perasaan yang sama dengan tokohnya. Ketika Rieux dan Tarrou melepaskan kejenuhan dan memanfaatkan kebebasan dengan cara meleburkan diri bersama-sama di laut lepas, menjadi bagian cerita yang bikin hati gue merasa damai dan turut bergembira. 

Jika Murakami punya kucing dan musik jazz, Camus punya laut dan musim panas yang mendampingi kehidupan absurd tokoh utamanya. Dan kedua elemen tersebut menjadi daya tarik si penulis sekaligus bagian favorit gue dari buku ini.

Mengenai terjemahan buku

Ada beberapa kalimat yang diterjemahkan dengan kurang mulus, beberapa bagian rasanya gak enak untuk dibaca, kata sambung yang kurang tepat digunakan, dan tanda baca yang menurut gue posisinya gak seharusnya dipake pada kalimat tertentu. Misalnya pada kalimat pernyataan tidak mengandung seruan perintah ataupun menandakan emosi marah tapi malah dipakein tanda seru, ini agak sedikit menganggu sih (lupa di halaman berapa aja). 


πŸ“š


Secara keseluruhan gue cukup puas dengan buku ini. Alurnya sedikit lambat namun gue rasa memang ceritanya lebih nikmat jika dibaca perlahan, sehingga kamu dapat menyelam lebih dalam tentang masing-masing karakter tokoh yang dibangun oleh penulis.


Gue membaca versi terjemahan yang dialihbahasakan oleh  N.H Dini penerbit Yayasan Pustaka Obor Indonesia. Novel Sampar tersedia di aplikasi iPusnas, buku ini gak punya antrean panjang, jadi jangan khawatir, dengan klik tombol pinjam kamu sudah bisa langsung baca :D



Terima kasih sudah membaca sampai akhir!


*Info lanjut tentang perjalanan Reka bersama buku-buku bacaannya? Kunjungi langsung akun Goodreads dan The Story Graph dengan username @hllreka :)



Tentang Absurditas Camus

Comments

  1. Wah, lengkap banget nih breakdown-nya, Reka πŸ˜„

    Makin ke sini, bagian yang aku paling sulit lupa itu bagian menjelang akhir buku ketika mereka mengamati anak kecil meninggal karena wabah in-real time sih 😭😭😭 Deskripsi Camus jelas & detail banget...

    ReplyDelete
    Replies
    1. Wkwkk karena ngerasa relate dengan kondisi sekarang juga sih Mba, itu kalo gak di Rem bisa jadi spoiler tulisannya πŸ˜‚

      Ah iya !! Itu kayaknya titik klimaks mental nya Rieux dan tokoh lain juga ya Mba. Makanya aku gak bisa membayangkan gimana susah payahnya kondisi menjadi seorang dokter saat ada wabah mematikan seperti ini😒

      Delete
  2. Rekaaaaa, makasih yaaa udah join #JanexLiaRC di bulan pertama ini! Pilihan buku kamu seru banget. Tapi aku harus jujur begitu baca ulasannya, aku nggak berhenti membatin, "berattt ini beraat" πŸ˜‚ Namun, seperti yang kamu bilang buku ini jadi lebih relatable karena pandemi covid yang kita alami sekarang ini, ya. Gimana pandemi ini "menyingkapkan" berbagai sisi manusia yang sebelumnya nggak terlihat.

    Bukan tipe bacaan yang kupilih, tapi cerita yang disampaikan buku ini cukup menarik. Thank you for sharing yaaa πŸ™πŸΌπŸ˜Š

    ReplyDelete
    Replies
    1. Wkwkwk berat karena kondisinya mirip sama keadaan covid sekarang iya sih. Yoss betul, lewat buku ini pembaca bisa melihat sifat “asli” yg tadinya gak pernah ditunjukkan ke dunia tpi disaat menemui kondisi yg genting tanpa sadar bisa keluar begitu aja. Bagus kak kalo suka cerita fiksi yg berkenaan dengan karakter —psikologis manusia, Sampar ini bisa jadi pilihannya 😁

      Thank you Juga Kak Jane sudah mampir dan bersedia membaca kiriman ini sampai akhir. Nungguin warna buku untuk bulan depan apa ya kira-kira πŸ€” hehe

      Delete
  3. Mba Reka kalau ngemas buku dalam bentuk review.. KEREEN YA 😊 aku smpe terkagum2.. hehe.

    Aku after baca ini, jadi ikut penasaran sama ceritanya terutama bagian yg miris kata Mba Reka.. beruntung tersedia di Ipusnas dan nggk ngntri pulaa 😁. next setelah ini aku baca dehh.

    ReplyDelete
    Replies
    1. Makasih banyak Bay, aku senang kalau ulasan yg aku posting di blog bisa membantu teman-teman pembaca disini. Masih harus banyak belajar untuk memberi ulasan buku sih Bay sebenernya, gak jarang juga terkadang baca ulang tulisan review lalu aku revisi lagi wkwkk hampir di setiap ulasan yg udah aku posting disini πŸ˜†

      Thank you Bay sudah mampir dan bersedia membaca sampai akhir! πŸ™:)

      Delete
  4. Sampar itu sama kayak tifus ga sih. Dulu pernah denger ttg wabah penyakit ini. Dari cerita yg kubaca ngeri memang Sampar di zaman dulu. Apalagi Krn belum ada obatnya saat itu.

    Jadi relate ya mba Ama kondisi sekarang. Aku jadi tertarik baca bukunya. Dan ga terlalu tebel juga. Aku masukin dulu ke list.

    Seneng nih Jane Ama Lia bikin challange nya unik Krn based on Cover buku. Aku langsung kebat kebit, utk bulan berikutnya bakal ada buku dengan cover yg diminta ga yaaa di tumpukan buku ku 🀣.. kalo ga ada, kan berarti cari dan baca online πŸ˜„

    ReplyDelete
    Replies
    1. Aku kurang tau sih Kak, cuman kalo sampar dari yg aku baca disebabkan oleh bakteri yg ada pada kutu atau hewan pengerat kayak tikus dan marmut. Dan bisa menular dari gigitan / cakaran. Terus kalo di buku ini sampar juga dibagi ke beberapa jenis kak, kayak misalnya yg waktu di tahun 2017 wilayah Afrika sempat terjangkit sampar paru-paru.

      Ayo ayo Kak Fanny baca jugaaaa,biar bisa diskusi barengan wkwkk. Iya kak gak tebel tapi aku menyelesaikan buku ini agak lama sih haha.

      Wah kayaknya Kak Fanny bakalan ikut di bulan kedua juga ya πŸ˜πŸ‘€

      Delete
  5. Baca buku ini di tengah pandemi, kayaknya bakal double beratnya. Tapi, seru juga baca review mba Reka. Ada yang bilang, kalau ingin tau karakter seseorang itu, ajak di hiking atau traveling. Karena pandemi, nambah satu lagi yang bisa jadi cara biar keluar 'asli'nya seseorang.

    Dari pandemi juga kita kayak dikasih fasilitas buat lebih tau karakter pembuat regulasi. Apakah dalam novel ini juga dibahas mengenai orang-orang di pemerintahan, mba?

    ReplyDelete
    Replies
    1. Exactly Kak!! Aku setuju, kasarnya, diajak susah dulu baru kita bisa tau sifat asli manusia itu seperti apa wkwkwk, termasuk adanya pandemi ini.

      Hmm sayangnya engga kak, sepenangkap aku dalam buku ini penulis memusatkan ceritanya pada penduduk yg tinggal di kota OranπŸ˜„

      Delete
  6. baru tau ada istilah sampar
    mungkin sekilas kayak film lawas, yang cerita soal virus virus yang menyerang bumi, duh aku lupa namanya
    pas pandemi muncul pertama, judul film ini ikutan mencuat

    hiks aku gagal ikutan challenge book orange, masih ga keburu waktu. next ikutan dan kalau bisa banyakin baca-baca lagi

    ReplyDelete
    Replies
    1. Nama penyakit lainnya Pes, Kak Aii. Wah apa ya Contagion kah? Atau chernobyl? Wkwkk aku jarang nonton film kayak gini sih.

      Kuy Kak ikut meramaikan challengenya, warna tema bulan ini gak begitu sulit juga sepertinya 😁

      Delete
    2. nahh contagion kayaknya, namanya unik soalnya
      ehh iya bulan ini temanya pink kayaknya, bentar ah aku belum perpanjang gramed digital. kangen hahaha

      Delete
  7. Keren banget baca buku bertema kayak gini di era pandemi! Habis baca rasanya gimana mba Reka? Makin cemas, hati-hati, atau b aja? Kayaknya Sampar ini buku fiksi tapi lebih berat daripada non-fiksi yang pernah aku baca deh dilihat dari reviewnya wkwkwk.

    ReplyDelete
    Replies
    1. Kepikiran pasien yg sempat krisis karena covid Kak, terus ngingetin aku sama film2 wabah virus kayak yg ada di buku ini juga sih wkwk. HAHAHA, gak berat-berat amat kok kak, cuman emang kurang pas aja kalo dibaca saat sedang kondisi spt sekarang :p

      Delete
  8. Woaah, menarik juga ya melihat perspektif pandemi sampar di masa sekitar seabad yang lalu. Kondisinya bisa jadi hampir persis dengan yang kita alami skerg. ketika awal2 muncul pandemi corona. Thanks review nya mba

    ReplyDelete
    Replies
    1. Betulll, ngerasa terhubung sekali ketika membaca bagian Rieux menangani pasien sampar terutama waktu merawat Anak kecil... miris bacanya.

      Delete
  9. Reviewnya keren kak. Harus dikuat-kuatin baca tema pandemi di masa pandemi. Terakhir baca Camus yang judulnya Orang Asing. Pernah baca kah kak?

    ReplyDelete
    Replies
    1. Thank You Kak Noa. Memang ada beberapa bagian yang bikin miris Kak dan mirip sama kondisi cvd sekarang ini. The Stranger buku nya Camus yg pertama aku baca, ini juga berkesan bangett, Kak Noa udah baca ya? Gimana menurut kk?πŸ‘€

      Delete

Post a Comment

Popular posts from this blog

Perfect Blue (1998): Bukan untuk Sembarang penonton

About my Favorite Webtoon