Egosentris oleh Syahid Muhammad


Penulis : Syahid Muhammad
Penerbit : Gradien Mediatama
Cetakan Pertama : Maret 2018
ISBN : 978-602-208-165-4
372 Halaman



Untuk yang ketakutan dan bersembunyi.
Untuk yang dibedakan dan diasingkan.
Tegak dan hiduplah

“aku adalah rahasia yang semakin nyaring di dalam sepi”



Blurb :
Perjalanan hidup melalui pemikiran kritis seputar fenomena sosial yang ditampilkan oleh 3 orang sahabat yaitu, Fatih, Saka, dan Fana. Status mereka adalah mahasiswa Psikologi dan teman satu kelas. Pembukaan pertama di buka dengan prolog yang sedikitnya menampakkan klimaks dari salah satu tokoh di tengah cerita. Perasaan kacau melebihi batas, mental yang terusik sehingga raga menjadi korban atas kesakitan yang lama di redam. Pada bab lain dan bab selanjutnya akan diisi dari sudut pandang yang dimulai dari Fatih, Fana, dan Saka. Mereka berbagi pemikiran dan cerita disetiap kehidupan dan kekalutan dalam diri ketiganya. 



Tokoh utama disini sebenarnya adalah Fatih, tapi porsi setiap masalah dibagi rata dalam novel egosentris. Saka dan Fana juga memiliki problema yang tentunya berbeda. Bagaimana Fatih memerangi orang-orang disekitar dan pemikiran-pemikiran anehnya sendiri, Saka yang sering terganggu dengan konflik bagaimana seharusnya mencari kebenaran dan mengakui kesalahan, dan Fana adalah perempuan dilema, merasai perasaan yang lebih tinggi, dan mencari kesesuaian yang selaras dalam hidupnya. 

Sosok mahasiswa yang kritis di banding mahasiswa lainnya, ialah Fatih. Berbagai pemikiran yang kelewat kritis malah mendapati dirinya sebagai orang yang di nilai terlalu berlebihan oleh beberapa teman sekelasnya. Hal itu mengakar permasalahan mental yang dimiliki oleh Fatih.

Fatih digambarkan dengan karakter yang pendiam, tertutup, sedikit kaku, terlampau kritis, dan  mood yang mudah berubah. Dari sifatnya yang tertutup, dia menyimpan banyak tanya hampir tentang segala aspek yang menurut pendapatnya memang perlu di kritisi. Pikirannya yang entah sudah dikacaukan oleh kondisi beragam tekanan dan berbagai kicauan manusia yang semerawut  disekitarnya, hal ini yang selalu mendapati Fatih menjadi sosok yang terombang-ambing dalam permainan pertanyaan di otaknya sendiri. 

"menurut lu, kalo lu mau nolongin orang, lu harus tahu dulu apa masa lalunya dan apa masalahnya? atau, tergantung dia siapa buat lu, sampe lu ngerasa dia pantes buat ditolong?" 


"kenapa ya, banyak orang yang terhibur ngeliat komen-komen di berita atau di postingan media sosial yang isinya saling nyalahin atau saling hina? Gue..akhirnya ngerasa sendirian. Karena itu nakutin buat gue. Aneh nggak sih?" 


"apa kita terlalu berusaha buat nggak peduli, sampe akhirnya cuma peduliin diri sendiri karena urusan di hidup kita aja udah bikin kepala puyeng? Akhirnya, kita beneran nggak peduli sama hal-hal kayak gitu. Bahwa, perilaku atau omongan apapun buat nyenengin diri sendiri ternyata bisa nyinggung perasaan orang lain"

Kira-kira itu sedikit dari banyaknya pemikiran-pemikiran yang sering menyelimuti jiwa seorang Fatih. Lain halnya dengan Saka, sahabatnya. Ia adalah sosok dengan karakter yang lebih santai dan easy going saat berada di lingkarannya. Saka dan Fana adalah dua karakter yang sangat membantu sosok Fatih yang seringkali berada dalam kondisi suram. Saka yang santai dan Fana yang lembut dan memahami Fatih dari siapapun yang berada di dekatnya.

Kesan pertama yang muncul saat menyelesaikan novel ini adalah “ini pemikiran yang sempat saya rasakan saat memasuki umur 21 tahun”. Saat pemikiran kritis saya yang kompleks dan bisa tiba-tiba muncul kericuhan diri yang negatif. Novel Egosentris karya kak Syahid menyajikan sekumpulan pemikiran-pemikiran kritis yang di miliki dan di hadapi oleh tokoh Fatih dan kedua temannya.

Gemas. Kesal. Haru. Marah. Menangis bahagia.

Emosi itu yang mewakili perasaan saya di saat dan setelah membaca novel Egosentris. Novel ini gak seberat yang kalian lihat dengan judulnya “Egosentris”. Permasalahan dari luar yang terlihat sederhana tapi dampaknya tidak sesederhana kelihatannya. Mewakili perasaan dan pemikiran dari beberapa orang yang sudah baca cerita Fatih dan dua kawannya.

Melalui tokoh Fatih, saya bisa melihat betapa kritisnya dia sebagai seorang mahasiswa. Seiring waktu karena pemikirannya yang kadang kelewat dalam dan terlampau kritis, bisa membuatnya tertekan dan kadang merasa bersalah. Bukan hanya Fatih yang menarik perhatian, Saka dan Fana merupakan tokoh netral yang membuat saya betah saat membaca Egosentris. Keduanya selalu hadir dan memikirkan keadaan sahabatnya. Selalu mendengarkan dan mencoba memahami.

Konflik yang tertuang memang persoalan sehari-hari yang mudah kita temui di lingkungan sekitar. misalnya saja kecanduan gadget, berkomentar hal-hal yang gak perlu di komentari, hanya mementingkan pendapat dan egonya, hanya melihat dari sudut pandang diri sendiri - tidak objektif, sedikitnya rasa peduli, dan hal-hal lain yang bisa membuat kalian mungkin pernah merasakan keresahan yang sama. Realita. Satu kata yang ingin saya lontarkan ketika tokoh Fatih pernah mengatakan :  

“orang-orang kalo ngomong suka pingin bener. Tanpa peduli kalimatnya baik atau enggak”.  

Alur cerita yang mengalir dalam setiap kalimat dan kata-kata cukup mendalam membuat saya dapat merasakan apa yang ditinggalkan oleh karakter-karakter utama dalam novel ini. Judul Egosentris cukup mewakili bagaimana resahnya seorang Fatih terhadap manusia zaman modern, manusia yang menyandang makhluk yang katanya paling sempurna, paling berakal, paling bermoral, tapi nyatanya tidak seperti itu. Masih banyak kemunafikan yang menjadi dasar dari munculnya kekacauan ego dalam diri makhluk Manusia. Dan, endingnya. Saya suka akhir ceritanya yang sedikit membuat saya tercengang, ya pokoknya ada satu tokoh yang membuat saya ingin dan sangat-sangat berterima kasih atas tindakannya. #nospoiler

***

Last, saya mau membahas sampul dan lain-lainnya. Jujur saja kalau saya sangat suka dengan sampul novel Egosentris yang berbalut warna dasar hitam dan tulisan pada judulnya berwarna putih. Warna latar belakang sampul depan dan tulisannya memang sangat cocok dengan isi cerita yang sedikit kelam dan berkecamuk dalam emosi. Dengan tebal buku 372 halaman gak mengecewakan untuk dibaca. Egosentris menjadi salah satu novel pembeda dari novel yang pernah saya baca. 



Sekian untuk bahas buku hari ini. Sampai bertemu di waktu selanjutnya!

Comments

  1. wishlist selanjutnya nih....

    mampir balik ya :)

    ReplyDelete
    Replies
    1. Halo, iya terima kasih sudah mampir dan membaca :')

      Delete
  2. Ke sini gara-gara abis baca QnA kamu terus jadi penasaran karena karakternya si Fatih ini tuh agak familiar di kehidupan nyata. Akutu punya teman yang dikit-dikit butuh penjelasan logis. Kadang-kadang menarik, tapi seringnya capek kalau ngomong sama dia 😂 untungnya sekarang udah berkurang, lebih lowes lebih santuy hihi

    Baeklah aku akan cari buku ini segera :D thank you review-nya, Nis! ❤️

    ReplyDelete
    Replies
    1. Hai kak Jane~
      Aku pernah ada di keadaan yg mirip sama Fatih kak waktu kuliah dulu, gak enak banget sebenernya, jadi capek sendiri dan yg dialami Fatih juga bikin dia frustasi huuu.
      Wkwkwk capek emang kak secara gak langsung yg dengerin juga jadi ikutan mikir. Wah untungnya ya sudah lebih santai 👍🏻

      Sip kak Jane sama-sama 😁

      Delete
  3. Halo kak mau nanya ini alur ceritanya gmna ya? Maju , mundur , atau maju mundur?

    ReplyDelete
    Replies
    1. Halo Kak.. alurnya maju latar tempat masa kini tapi ada beberapa cerita flashback di dalamnya ^^

      Terima kasih ya sudah mampir ke blog Haloreka

      Delete

Post a Comment

Popular posts from this blog

About my Favorite Webtoon

Perfect Blue (1998): Bukan untuk Sembarang penonton