Penjara dan Dendam

Kurang lebih 3 bulan lalu aku pernah “bertamasya” ke kota Aljazair, sekarang aku sedang berkelana ke sebuah negara yang terkenal dengan The Pyramids dan Sphinx—yakni Mesir. Pengalaman kedua setelah mengikuti kisahnya Firdaus dalam buku Perempuan di Titik Nol.

Sekitar 2 minggu aku terdampar di negara ini. Bersama seseorang yang kelak katanya setelah keluar dari penjara ia akan melancarkan usaha untuk menuntut balas terhadap orang-orang yang telah mengkhianati dirinya. Sekilas aku meragu sekaligus turut bersimpatik dan merasa iba, ingin tau ceritanya lebih jauh lagi. Kemudian, dengan rasa semangat yang sedikit berlebihan, aku mengikuti perjalanannya, hendak mengetahui kebenaran—apakah betul dia merupakan korban fitnah. 


Mula-mula, ceritanya tidak begitu jelas, banyak berita yang nampak kabur, kebenaran masih berusaha disembunyikan. Lambat laun, ia mulai membeberkan bagaimana kisahnya. Ia bercerita tentang bagaimana pertemuan pertama dengan orang-orang terdekatnya, bagaimana ia menjadi pemuda yang sukses, disegani dan dihormati banyak orang hingga tragedi itu menimpa dirinya. Lantas masyarakat pun memandangnya sebelah mata. 


Setengah perjalanan dimulai aku mulai merasa jenuh dan berasumsi kalau orang ini hanya bergurau dan membesar-besarkan masalah. Hingga suatu saat aku bertambah lelah dengan segala tingkah lakunya yang impulsif dan dikuasai dendam. Ia mulai memperlihatkan watak aslinya, seketika hidupnya sedang terancam. 


Kemudian dengan lagaknya yang arogan dan keras kepala ia membiarkan dirinya larut ke dalam amarah bertubi-tubi. Mempersilakan rasa dengki dan dendam yang mulai merambah ke seluruh jiwa dan hati. Dengan percaya diri mengatakan kalau ia adalah korban atas pengkhianatan, ia beranggapan bahwa orang-orang itu pantas mendapatkan hukuman. Ya .. orang-orang tidak tahu diri. 


Apapun dan bagaimanapun caranya


Segala cara akan ia tempuh. Apapun rela ia lakukan asalkan mereka mengaku salah di hadapannya, oh bukan bukan biar aku koreksi maksudku agar mereka segera menghilang dari hadapannya. Perburuan segera dilakukan setelah ia menyusun rencana yang tepat. Namun kurasa dia hanyalah manusia ceroboh nan gegabah. Terkadang aku ketawa mengejek, melihatnya bertindak tanpa pikir panjang terlebih dahulu. Terutama saat ia melakukan rencana pertama, ada cara yang lebih masuk akal jikalau ia masuk tanpa harus menimbulkan keributan di tengah malam. 


Tidak bermaksud mendukung perbuatannya, tapi membaca bagian ini membuatku jengkel. 


Dan semua kekacauan dimulai dari sini. Titik dimana aku sangat capek mengikuti jalan pikirannya. Persis seperti apa yang dirasakan oleh Nur. Apakah ini yang dialami oleh orang-orang yang menyimpan rasa dendam? Padahal ia juga salah, tidak juga benar, setidaknya atas pekerjaan kotor yang pernah ia lakukan sewaktu dulu, sebelum ia dijebloskan ke dalam penjara. 


Nasibnya malah semakin sial. 


Memasuki detik-detik akhir dari perjalanan yang rasanya panjang sekali, aku masih belum ingin menamatkannya. Penasaran—memang, bagaimana kisah ini akan berlabuh. Kisah dari dendam kesumat yang tak ada habis-habisnya. 


📖




Kucukupkan dulu sebelum aku menyebarkan spoiler. Tulisan ini hanyalah sepotong perkiraan cerita dari buku yang sedang dibaca.  

 

 

 

 

Bersambung..

Comments

Popular posts from this blog

About my Favorite Webtoon

Perfect Blue (1998): Bukan untuk Sembarang penonton