Turtles All The Way Down oleh John Green
Penulis : John
Green
Penerbit :
Penerbit Qanita
Cetakan Kedua :
Agustus, 2018
Alih Bahasa : Prisca
Primasari
ISBN :
978-602-402-115-3
338 halaman
Blurb :
Aza
tidak pernah bermimpi akan terlibat pengejaran seorang miliarder berhadiah
seratus ribu dolar. Ini semua gara-gara Daisy, sahabatnya yang tidak kenal
takut. Berdua, mereka mendekati Davis, putra sang miliarder. Aza berusaha keras
menjadi gadis baik-baik, sahabat dan detektif yang baik, karena dia tidak ingin
mengecewakan orang-orang terdekatnya. Namun, menjalani hidup saja sudah cukup
sulit bagi Aza, karena setiap ssaat dia harus menghadapi satu musuh besar:
benaknya sendiri.
Kilas balik gue tertarik dengan buku ini
Ulasan isi Buku
Gaya tulisan
khas ala John Green menurut gue adalah bagaimana ia mengemas percakapan remaja
yang kritis tapi tetap santai dan keep it to realistic. Cerita sentralnya tidak
berpusat pada pengejaran Aza dan Daisy terhadap seorang milyader, tetapi lebih
luas daripada itu. Dalam novel Turtles All the Way Down, memiliki 3 tokoh utama
dan serta tokoh pendukung utama. Aza, Daisy dan Davis adalah tokoh utama
tersebut kemudian ada Ibu Aza. Pada bab awal kita akan diperkenalkan dengan
siapa itu Aza , Daisy dan ibu Aza. Bagaimana Aza dan Daisy di sekolah,
bagaimana mereka berdua menghabiskan waktu bersama, bagaimana Aza dengan
penyakitnya, pertemuan Aza-Daisy dengan Davis, interaksi unik tidak sinkron dari kedua sahabat aneh, yaitu Aza
dan Daisy, dan berlanjut maju dengan cerita di Bab lain yang tak kalah seru,
saat mereka berdua berusaha mencari tahu kasus dari ayahnya Davis.
Dan sebagian
lainnya,yaitu saat-saat gangguan gejala OCD menyerang Aza dengan mendadak yang
mampu mengubah tingkah lakunya dari yang tenang hingga kalut. Tidak hanya itu
saja, yang membuat ceritanya menarik juga adalah saat Aza mendapatkan Terapi. Selama itu, Aza terus
mengalami pergolakan dalam benaknya sendiri, ia paham dan mengerti bahwa obat
sejati dalam kasusnya adalah dengan menerima perlahan pemikiran-pemikiran yang membual dalam dirinya. Namun semua itu tidak
mudah untuknya, ia tahu ada sesuatu yang terus mengontrol benaknya. Sang ibu
terus mengkhawatirkan puteri kesayangan, sehingga ia pun sangat protektif terhadap
sikap dan tingkah laku Aza sehari-hari.
Baca bagian ini agak menjengkelkan dan
sedih buat gue sendiri.
Kesan dan Pesan dari Keseluruhan Buku
Tapi disini gue
mau sedikit berkomentar, sepertinya untuk kategori “sakit” yang ditampilkan Aza
memang sudah cukup membuat gue gemas dan peduli dengan permasalahan gangguan
mental, tapi gak tau kenapa gak ada satu momen yang bikin gue pingin ngerobek
buku (hahaha) alias mungkin gue kepingin John Green sedikit hiperbol dengan
permasalahan yang dialami Aza. Tapi ada di beberapa waktu saat Aza berusaha
memberontak pada benaknya sendiri, dan sedikit quotes dari buku yang bisa kita
ambil maknanya, seperti pada ;
!!!! (ada spoiler)
Mengapa aku tidak bisa mengabaikannya? Mengapa aku terus menerus membuka luka di jariku, dari semua bagian tubuh yang ada? Tangan adalah bagian tubuh yang paling kotor. Mengapa aku tidak bisa mencubit cuping telingaku atau perutku atau pergelangan kakiku? Bisa-bisa aku mati karena keracunan darah gara-gara ritual masa kecil yang bahkan tidak bisa membuktikan apa yang ingin kubuktikan, gara-gara tidak ada cara lain untuk merasa yakin akan sesuatu. (hlm. 156)
Kengerian sejati bukanlah ketika kita merasa takut, itu adalah ketika kita tidak punya pilihan tentangnya. (hlm. 30)
Masalahnya ketika kau kehilangan seseorang, kau sadar pada akhirnya kau juga akan kehilangan semua orang (hlm. 100)
Pesan yang didapat
Dan dari kasus Aza, gue bisa melihat
bahwa sekali lagi lagi lagi dan lagi sebagai manusia yang numpang hidup harus
sering bersyukur dengan keadaan yang dimiliki (ngomong sih gampang). Dalam
cerita, Aza memiliki orang tua yang berkecukupan namun Aza memiliki OCD, orang
tua Davis yang kaya raya tapi Davis adalah remaja yang kesepian, dan lain
halnya dengan Daisy yang harus banting tulang ini itu, untuk membantu biayai
hidup dan kebutuhan akademiknya. Mereka adalah pelajar SMA, namun konflik yang
dialami pada masing-masing karakter merupakan refleksi diri, pengalaman yang merangkai pertumbuhan mereka
agar semakin dewasa dan kokoh sampai di
masa depan.
Satu lagi. Gak lupa bahwa yang
memahami dan mengerti segala sesuatu yang terjadi pada diri adalah jiwa dan
raga masing-masing manusia. Perkara yang diceritakan pada novel ini tidak
selalu bergantung atau di pengaruhi oleh perkataan dan saran orang lain, baik
itu dari Ibu, Sahabat, pacar, atau dokter sekalipun. Semua di kembalikan pada diri sendiri, diri kita masing-masing.
So, gimana caranya konflik akan selesai kalau kita gak percaya dengan diri kita, gak bisa menerima terlebih dahulu, gak bisa melawan pikiran yag terus membual. Well, katanya manusia memang tidak ada yang sempurna? memangnya kita diciptakan untuk sempurna dalam segala keadaan?
So, gimana caranya konflik akan selesai kalau kita gak percaya dengan diri kita, gak bisa menerima terlebih dahulu, gak bisa melawan pikiran yag terus membual. Well, katanya manusia memang tidak ada yang sempurna? memangnya kita diciptakan untuk sempurna dalam segala keadaan?
Oke. cukup sekian bahas buku hari ini. Terima kasih sudah bersedia membaca sampai akhir!
Wah review bukunya bagus mbak, sistematis.
ReplyDeleteKebetulan saya lagi cari referensi soalnya mau nyoba review buku tapi masih bingung sama penyajiannya heheh
Hehe terima kasih mba, aku nerima kritik & saran kalau ada yg msih kurang dari tulisan review ini. Senang kalau bisa membantu referensi kakak :')
Delete